Featured post

Cara Instalasi Software Pemetaan ArcGIS 9.X

Bagi orang yang menggeluti dunia survey dan pemetaan, salah satu tools atau alat yang wajib dimiliki dan dikuasi adalah software ArcGIS...

Kapitalisme dan Konfrontasi Perspektif Perkebunan

Perkebunan merupakan salah satu usaha yang intensif dan paling berhasil perkebunan asing di dunia ketiga. Keberhasilan perkebunan dari perkebunan Sumatera tidak terlepas dari tersedianya tenaga kerja murah, yang secara sosial dapat di atur dan buta politik. Sayangnya keberhasilan tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan ekonomi dari penduduk secara keseluruhan, hal ini terjadi karena Belanda pada saat itu hanya mementingkan kepentingan perusahaan saja. Bagaimana perusahaan tersebut dapat menghasil devisa  bagi Hindia Belanda.
Bekerja dan memproduksi merupakan inti dari kapitalisme kolonial, maka pada mulanya perusahaan perkebunan mengimpor pekerja dari Cina dan Jawa yang kemudian dijadikan buruh/budak. Sehingga tidaklah mengherankan ketika di wilayah tersebut ada perkampungan Jawa yang terbentang sepanjang wilayah perbatasan perkebunan. Kondisi seperti sangat berbeda dengan perkebunan yang ada di Jawa, dimana perluasan dan majuanya perusahan tersebut disebabkan oleh tenaga kerja didatangkan dari wilayah sekitar.
Dengan kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, muncullah protes dari masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap ketidak adilan dari. Akan tetapi protes yang dilakukan hanya terbatas pada gerakan dari petani miskin dan kelompok sosial tertentu khusunya tokoh-tokohnya yang anti kolonialisme. Karena petani miskin Jawa tidak termasuk dalam dua golongan tersebut, maka petani Jawa jarang diperhatikan. Oleh karena tidak gerakan bersama antar etnis, maka gerakan tersebut dapat diatasi oleh Belanda.
Dengan seiring berjalannya waktu ada perubahan besar dalam sistem sosial yang terjadi di Sumatera, para pekerja generasi pertama mulai berusaha menjauh status pekerja di perusahaan. Mereka lebih memusatkan kepada pembangunan rumah dan usaha pertanian kecil di tepi perkebunan atau diatas lahan yang diserobot dari perkebunan tersebut.
Bagi perusahaan, keberadaan petani liar tersebut merupakan keuntungan namun juga menjadi ancaman. Baik secara ekonomi ataupun secara politis. Mengapa demikian? Karena keberadaan mereka nantinya akan mempengaruhi terhadap kebijakan perburuhan. Dalam sistem kapitalisme tidak hanya faktor penguasaan tanah dan ketersediaan tenaga kerja, tetapi kontrol terhadap para buruh dalam penggunaan lahan juga harus diperketat. Karena kalau lahan yang digunakan semakin besar maka akan tercipta sebuah kemandirian, dan efeknya juga jelas nantinya buruh tersebut akan sulit dikendalikan oleh perusahaan. Maka dari itu dalam mengusahakan lahan pertanian, para buruh diberi luas lahan sangat terbatas, dimana hasil dari pertanian hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Fenomena yang terjadi diatas hanya terjadi pada masyarakat transmigran saja, kedatangan perusahaan-perusahaan ke Sumatera justru menguntungkan masyrakat melayu. Mereka bisa hidup dari hasil sewa tanah bagi transmigran (Jawa dan Cina), pada saat itu kaum transmigran dihalangi untuk mendapatkan hak hukum atas tanah.

Proses hegemoni perusahaan atas buruh sebenarnya tidak terjadi dengan sendirinya. Aparat kolonial berperan penting dalam proses tersebut melalui persetujuan mereka dalam bentuk-bentuk pemaksaaan. Oleh karena itu dalam kasus perkebunan Sumatera sebelum kemerdekaan, Belanda merupakan aktor utama dalam proses hegemoni dengan tujuan untuk memperoleh devisa yang sebesar-besarnya bagi hindia Belanda.