Featured post

Cara Instalasi Software Pemetaan ArcGIS 9.X

Bagi orang yang menggeluti dunia survey dan pemetaan, salah satu tools atau alat yang wajib dimiliki dan dikuasi adalah software ArcGIS...

Potensi Sumber Daya Lahan Untuk Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Di Indonesia

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) akhir-akhir ini menjadi komoditas primadona karena berpotensi sebagai penghasil bahan bakar nabati (BBN). Selain jarak pagar, BBN juga dapat diperoleh dari kelapa sawit, kelapa, biji kapas,canola, dan rapeseed (untuk biodiesel), serta ubi kayu, tebu, dan sagu (untuk bioetanol).Jarak pagar sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat dan penghasil minyak. Saat ini banyak masyarakat daninvestor yang tertarik untuk mengembangkan jarak pagar sehingga perlu diinformasikan wilayah-wilayah yang potensial baik ditinjau dari segi biofisik lahan, iklim maupun lingkungan. Untuk maksud tersebut telah disusun petakesesuaian lahan untuk jarak pagar pada skala eksplorasi (1:1.000.000) berdasarkan Peta Sumberdaya Lahan dan Arahan Tata Ruang Pertanian, serta Peta Sumberdaya Iklim skala 1:1.000.000.
Hasil evaluasi kesesuaian lahanmenunjukkan bahwa lahan yang sesuai untuk jarak pagar seluas 49,50 juta ha. Lahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi kelas sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3) dengan luas berturut-turut 14,30 jutaha, 5,50 juta ha, dan 29,70 juta ha. Untuk perencanaan pengembangan jarak pagar skala nasional, hasil evaluasi tersebut perlu ditumpangtepatkan (overlay) dengan data spasial penggunaan lahan terkini, karena sebagian besarlahan yang sesuai tersebut sudah digunakan untuk komoditas lain atau untuk sektor nonpertanian.

Potensi pengembangan jarak pagar yang paling besar adalah pada lahan yang sementara tidak diusahakan (lahan terlantar) yang luasnya mencapai 12,40 juta ha serta padang rumput 3,10 juta ha. Sekitar 1 juta ha lahan alang-alang yangtersebar di 13 provinsi telah diidentifikasi kesesuaiannya pada skala 1:50.000 untuk pengembangan pertanian.Informasi sumber daya lahan hasil identifikasi tersebut dapat digunakan untuk mempercepat delineasi lahan untuk tanaman jarak pagar pada skala yang lebih detail.
Indonesia dengan luas daratan sekitar 188,20 juta ha memiliki sumber dayalahan (jenis tanah, bahan induk, fisiografi dan bentuk wilayah, ketinggian tempat daniklim) yang sangat bervariasi. Kawasan barat umumnya beriklim basah dan sebaliknya kawasan timur beriklim lebih kering. Keragaman karakteristik sumberdaya lahan dan iklim ini merupakan potensi untuk memproduksi komoditas pertanian unggulan di masing-masing daerah sesuai dengan kondisi agroekosistemnya. Data (informasi) sumber daya lahan sangat diperlukan untuk memberikan gambaran potensi sumber daya lahan dan kesesuaiannya untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian. Namun, databerupa peta atau informasi sumber daya lahan dan iklim yang mencakup seluruhkawasan Indonesia baru tersedia pada skala eksplorasi (1:1.000.000), yangmeliputi Atlas Sumberdaya Lahan (Tanah) Eksplorasi (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 2000), Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Nasional (Pusat Penelitiandan Pengembangan Tanah dan Agroklimat 2001), Atlas Arahan PewilayahanKomoditas Pertanian Unggulan Nasional (Pusat Penelitian dan PengembanganTanah dan Agroklimat 2002), dan Atlas Sumberdaya Iklim Indonesia (BalaiPenelitian Agroklimat dan Hidrologi 2003).Peta ini sangat bermanfaat untuk memberikan gambaran secara umum tentang potensi sumber daya lahan di Indonesia serta untuk mendukung perencanaan danpembangunan pertanian secara nasional. Data yang lebih detail pada skalatinjau (skala 1:250.000) baru mencakup 60% dari seluruh wilayah Indonesia.Kawasan barat Indonesia (Sumatera dan Kalimantan) relatif lebih lengkap datanyadibandingkan kawasan timur. Peta pada skala tinjau ini bermanfaat untuk perencanaan dan pengembangan pertanian pada tingkat provinsi. Peta yang lebihdetail yang bermanfaat untuk operasional di lapangan pada tingkat kabupaten ataukecamatan adalah pada skala semidetailatau tinjau mendalam (skala 1:50.000? 1:100.000). Data pada skala ini masihsangat terbatas (baru mencakup 15% dari luas daratan Indonesia) dan untuk luasankecil dan terpencar-pencar.
Berdasarkan hasil evaluasi karakteristik sumber daya lahan dan iklim, dariluas daratan Indonesia 188,20 juta ha, lahan yang sesuai untuk pengembanganpertanian seluas 100,80 juta ha, baik untuk lahan basah (sawah, perikanan air payauatau tambak) maupun lahan kering (tanaman pangan, tanaman tahunan/perkebunan, dan padang penggembalaan ternak). Hasil evaluasi potensi sumberdaya lahan tersebut dituangkan dalam Atlas Arahan Tata Ruang PertanianNasional skala 1:1.000.000 (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah danAgroklimat 2001).Seiring dengan gencarnya pengembangan jarak pagar sebagai sumber bahanbakar nabati (BBN), diperlukan informasi tentang kesesuaian lahan untuk tanamantersebut. Selain jarak pagar, tanaman yang berpotensi sebagai penghasil BBN adalahkelapa sawit, kelapa, biji kapas, canola, dan rapeseed (untuk biodiesel), serta ubi kayu, tebu, dan sagu (untuk bioetanol).

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) sudah lama dikenal masyarakat Indonesiasebagai tanaman obat dan penghasil minyak. Minyak jarak pagar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar serta untukbahan pembuatan sabun dan kosmetik. Jarak pagar merupakan tanamanyang tahan kekeringan, mampu tumbuh dengan cepat, serta dapat digunakansebagai sumber kayu bakar, mereklamasi lahan yang tererosi, dan sebagai pagarhidup di pekarangan atau pembatas lahan (Pusat Penelitian dan PengembanganPerkebunan 2006a).

Penanaman jarak pagar untuk bahan baku minyak sebaiknyamenggunakan bahan tanaman hasil pembibitan dari biji, karena tanaman dapathidup lebih lama dan produksinya lebih tinggi daripada tanaman asal setek. Untuktanaman pagar dan pencegah erosi dapat digunakan bahan tanaman yang ditanamlangsung dari biji maupun setek (Mahmud et al. 2006).Saat ini telah terjadi demam bertanam jarak pagar di kalangan masyarakat(termasuk swasta dan BUMN) maupun pemerintah tanpa disertai perencanaanyang matang. Banyak yang beranggapan bahwa jarak pagar adalah tanaman “serbasuper” yang dapat ditanam di mana saja tanpa pemeliharaan. Oleh karena itu, tidakmengherankan jika semua daerah memrogramkan pengembangan jarak pagar. Disatu sisi hal ini dapat memacu produksi biji jarak pagar, tetapi di sisi lain dapatmenimbulkan kekecewaan karena produktivitas tanaman tidak sesuai dengan yangdiinginkan akibat kesalahan dalam pemilihan lokasi. Untuk diketahui, produktivitastanaman dipengaruhi oleh potensi genetik, kondisi lingkungan, dan teknologi(manajemen) pengelolaan. Meskipun jarak pagar dikenal dapat tumbuh di daerahberiklim kering dan lahan marginal, tanaman tetap membutuhkan air dan harayang cukup untuk dapat berproduksi secara optimal (David et al. 2006). Makalah ini menyajikan dukungan data daninformasi tentang kesesuaian lahan untukpengembangan jarak pagar di Indonesia.
PENYEBARAN DAN SYARAT TUMBUH
Penyebaran Jarak pagar diperkirakan berasal dari Amerika Tengah, khususnya Meksiko. Didaerah tersebut, tanaman tumbuh secara alami di kawasan hutan pinggiran pantai.Di Afrika dan Asia, jarak pagar hanya ditemukan sebagai tanaman pagar ataupembatas lahan pertanian (Heyne 1950; Heller 1996 ). Jarak pagar menyebar di Malaka setelah tahun 1700-an dan di Filipinasebelum tahun 1750 (Heller 1996). Di Malaka, jarak pagar disebut sebagai Dutchcastor oil dan di Jawa sebagai Chinese castor oil. Di Afrika dan Asia, jarak pagardisebut sebagai castor oil plant yang menunjukkan bahwa tanaman ini dibawadari daerah lain dan ditanam untuk diambil minyaknya. Selanjutnya jarak pagar dikenal luas sebagai hedge castor oil plant yang menunjukkan bahwa tanamanini biasanya ditanam di pagar-pagar (Heyne 1950; Heller 1996; Fundora et al.2004).
Penyebaran jarak pagar di Thailand terjadi lebih dari dua abad yang lalu olehsaudagar-saudagar Portugis. Terdapat lima spesies jarak di Thailand, yaitu J.curcas, J. gossypifolia, J. multifida, J. integrrima, dan J. podagrica. Menurutcatatan setempat, orang Portugis menggunakan biji jarak untuk membuat sabun cucidan lainnya (Sadakorn 1984).Di Indonesia tidak ada catatan yangpasti kapan jarak pagar masuk ke wilayah Nusantara, tetapi diperkirakan bersamaan dengan di Malaysia. Jarak pagar dapat ditemukan di berbagai tempat, namunumumnya tumbuh di pagar-pagar atau tepijalan di pedesaan (Heyne 1950). Jarak pagar dikenal dengan berbagai nama daerah, antara lain nawaih nawas di Aceh, jarakwolanda di Manado, jirak di Minangkabau, jarak kosta di Jawa Barat, jarak budeg, jarakgundul, jarak iri, jarak pager, jarak cina, kaleke di Madura, jarak pageh di Bali, tangang-tangan kali kanjoh di Makassar,malate (hoti) di Seram Timur, bolacai di Halmahera Utara, dan balacai hisa diTidore (Heyne 1950).Syarat TumbuhJarak pagar tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Kisaran curah hujan daerah penyebarannya bervariasi yaitu 200-2.000mm/tahun (Heller 1996), 480-2.380 mm/tahun (Jones dan Miller 1992), tetapitanaman tumbuh baik pada curah hujan900-1.200 mm/tahun (Becker dan Makkar 1999). Di Indonesia, jarak pagar dapatdijumpai di beberapa daerah dengan curahhujan lebih dari 3.000 mm/tahun, sepertidi Bogor, Sumatera Barat, dan Minahasa.
Ketinggian tempat berkisar 0-1.700 m dpl,dengan suhu 11?38°C. Jarak pagar tidaktahan cuaca yang sangat dingin (frost) dantidak sensitif terhadap panjang hari (daylength)karena tanaman berasal daridaerah tropis (Heller 1996).Menurut Henning (2004), jarak pagarmembutuhkan curah hujan minimal 600mm/tahun. Jika curah hujan kurang dari 600 mm/tahun maka tanaman tidak dapattumbuh, kecuali dalam kondisi tertentuseperti di Kepulauan Cape Verde dengancurah hujan hanya 250 mm/tahun tetapikelembapan udaranya sangat tinggi. Didaerah-daerah dengan kelengasan tanahbukan menjadi faktor pembatas (misalnyairigasi atau curah hujan cukup merata),jarak pagar dapat berproduksi sepanjangtahun, tetapi tidak dapat bertahan dalamkondisi tanah jenuh air. Iklim yang keringakan meningkatkan kadar minyak biji,tetapi kekeringan yang berkepanjanganmenyebabkan tanaman menggugurkandaun sehingga pertumbuhan tanamanterhambat (Jones dan Miller 1992). Sebaliknya, pada daerah dengan curahhujan tinggi seperti di Bogor, tanamanmemiliki pertumbuhan vegetatif yang lebattetapi pembentukan bunga dan buahkurang. Arivin et al. (2006) melaporkan bahwa di Desa Cikeusik Malingping, Banten, dengan curah hujan 2.500-3.000mm/tahun, tanaman jarak pagar dapatberbunga dan berbuah, tetapi hal ini masihperlu diteliti apakah pembungaan tersebutberlangsung sepanjang tahun. Walaupuncurah hujan daerah ini cukup tinggi, yangmemungkinkan radiasi rendah, pembuahancukup baik. Hal ini diduga merupakanhasil interaksi antara potensi genetik danlingkungan seperti suhu yang selalupanas (±27°C) karena letaknya di tepipantai, serta tekstur tanahnya berpasiryang menjamin drainase dan aerasi yangbaik. Pusat Penelitian dan PengembanganPerkebunan (2006b) mengemukakanbahwa tipe iklim sangat berpengaruhterhadap pertumbuhan dan produksi jarakpagar. Jarak pagar tumbuh baik di lahankering dataran rendah beriklim keringdengan ketinggian tempat <> 20°C.Jarak pagar dapat tumbuh padasemua jenis tanah, tetapi pertumbuhanyang baik dijumpai pada tanah-tanahringan atau lahan dengan drainase danaerasi yang baik (terbaik mengandungpasir 60?90%). Tanaman jarak pagar dapatberadaptasi di lahan marginal dan dapattumbuh pada tanah berbatu, berpasir,berliat, dan pada lahan yang tererosi (Maldan Joshi 1991). Tanaman ini dapat puladijumpai di wilayah perbukitan atausepanjang saluran air dan batas kebun(Heller 1996; Arivin et al. 2006).
Menurut Okabe dan Somabhi (1989), jarak pagaryang ditanam pada tanah berteksturlempung berpasir menghasilkan biji lebih tinggi daripada di tanah bertekstur lainnya.Selanjutnya Jones dan Miller (1992) mengemukakan bahwa meskipun jarakpagar dapat tumbuh dengan baik di tanahyang dangkal dan umumnya ditemukantumbuh di tanah berkerikil, berpasir, danberliat, pada tanah yang tererosi beratpertumbuhannya kerdil. Di daerah yang sangat kering, umumnya tinggi tanaman hanya 2-3 m. Jarak pagar dapat tumbuh pada tanahyang ketersediaan air dan unsur-unsurharanya terbatas atau lahan marginal,tetapi lahan yang berdrainase baik merupakantempat yang sesuai bagi tanaman ini untuk tumbuh dan berproduksi secaraoptimal. Bila perakarannya sudah berkembang,jarak pagar toleran terhadap kondisitanah masam atau alkalin (terbaik pada pHtanah 5,50-6,50) (Heller 1996; Arivin et al.2006). Jones dan Miller (1992) menyatakanuntuk mendapatkan produksi yang tinggipada tanah miskin hara dan alkalin, tanaman perlu dipupuk dengan pupuk anorganik maupun organik, yang mengandung sedikit kalsium, magnesium, dan sulfur. Pada daerah-daerah denga nkandungan fosfat rendah, penggunaan mikoriza dapat membantu pertumbuhan tanaman jarak.
EVALUASI KESESUAIANLAHAN
Kriteria Kesesuaian LahanKesesuaian lahan adalah tingkat kecocokansuatu bidang lahan untuk penggunaantertentu. Kesesuaian lahan dapatdinilai untuk kondisi saat ini (present) atausetelah diadakan perbaikan (improvement).Secara spesifik, kesesuaian lahanuntuk suatu komoditas dinilai berdasarkansifat-sifat fisik lingkungan seperti tingkatkesuburan tanah, iklim, topografi (kelaslereng), hidrologi, dan drainase (BalaiPenelitian Tanah 2003).Kriteria kesesuaian lahan untuk jarakpagar disusun berdasarkan ketersediaandata sumber daya lahan (tanah dan iklim),yaitu: 1) data (peta) sumber daya lahan(tanah) eksplorasi pada skala eksplorasi(skala 1:1.000.000) yang mencakup seluruhwilayah Indonesia (Pusat PenelitianTanah dan Agroklimat 2000), 2) PetaArahan Tata Ruang Pertanian Nasionalskala 1:1.000.000 (Pusat Penelitian danPengembangan Tanah dan Agroklimat 2001), dan 3) Peta Sumberdaya IklimPertanian Indonesia skala 1:1.000.000 (Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi2003). Selain itu, evaluasi juga mengacudata syarat tumbuh tanaman jarak pagaryang dihimpun dari berbagai sumber (Heyne 1950; Jones dan Miller 1992; Heller1996; Henning 2004; Arivin et al. 2006). Kelas kesesuaian lahan digolongkanmenjadi empat, yaitu sangat sesuai (S1),cukup sesuai (S2), kurang sesuai atausesuai marginal (S3), dan tidak sesuai (N).S1 terdapat pada lahan dengan ketinggiantempat <> 8 bulan (tipe iklimI-A, I-B, dan I-C), atau curah hujan tahunan2.000?3.000 mm dengan bulan kering 3?4bulan (tipe iklim III-C), atau curah hujantahunan 3.000?4.000 mm dengan bulankering 3 bulan (tipe iklim IV-C). Daerah yangtidak sesuai (N) terletak pada ketinggiantempat > 700 m dpl, curah hujan tahunan 3.000-4.000 mm dengan bulan kering 0-2bulan (tipe iklim IV-A, IV-B, dan IV-D), ataucurah hujan tahunan > 4.000 mm dengantipe iklim V-A, B, C, D; VI-A, B, C, D). Kriteriaselengkapnya disajikan pada Tabel 1.Meskipun demikian, tingkat akurasipeta ini masih rendah karena data yangtersedia masih sangat kasar. Sebagaigambaran tingkat akurasi peta, ketinggiantempat yang digunakan dalam peta sumberdaya lahan terdiri atas dua kategori yaitu<> 700 m dpl dan selang kategoricurah hujan tahunan dalam peta sumberdaya iklim 1.000 mm/tahun.
Tahapan Penilaian Tahap pertama penilaian kesesuaian lahan adalah melakukan pemilahan lahan daridata spasial arahan tata ruang pertanian.Lahan yang tidak sesuai dan tidak mungkindapat dikembangkan tidak diperhitungkan,yang meliputi 1) lahan yangberada di dataran tinggi (> 700 m dpl), 2)lahan sawah, rawa (gambut), tambak(perikanan air payau), danau dan kolam,3) kawasan hutan lindung, 4) kawasanperkebunan besar (kelapa sawit, karet, jati),dan 5) kawasan konservasi, yaitu lahanyang tidak sesuai dari segi biofisik danlingkungan untuk pengembangan pertanian.Dari data spasial sumber daya iklimdipilah kawasan-kawasan yang mempunyaitipe iklim IV-A, IV-B, IV-D, sertasemua tipe V dan VI karena mempunyaicurah hujan tinggi dan tidak sesuai untukpengembangan jarak pagar.Dari pemilahan tahap pertama tersebut,terpilih lahan yang sesuai untukjarak pagar yaitu semua lahan kering yangberada di dataran rendah (<>www.bps.go.id (6 Juni 2006).Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. 2003.Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian IndonesiaSkala 1:1.000.000. Balai Penelitian Agroklimatdan Hidrologi, Bogor. 42 hlm.Balai Penelitian Tanah. 2003. Petunjuk TeknisEvaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian.Balai Penelitian Tanah, Bogor. 154 hlm.Becker, K. and H.P.S. Makkar. 1999. Jatrophaand Moringa: Source of renewable energyfor fuel, edible oil, animal feed and pharmaceuticalproducts, ideal trees for increasing cash income. Presented at Daimler Chrysler/The World Bank Environment Forum,Magdeburg. 3 ppDavid, A., Z. Mahmud, A.A. Rivaie, D.S. Effendi,dan A. Mulyani. 2006. Peta kesesuaian lahandan iklim jarak pagar (Jatropha curcas L.).Makalah disampaikan pada Lokakarya StatusTeknologi Budidaya Jarak Pagar (Jatrophacurcas L.). Badan Penelitian dan PengembanganPertanian, Jakarta, 11?12 April2006. 14 hlm.Fundora-Mayor, L. Castineiras, T. Shagarodsky,V. Mareno, M. Garcia, C. Girandy, O. Barrios,L. Fernandes, G.R. Cristobal, V. Fuentes, A.Valiente, and T. Hernandez. 2004. SeedSystems and Genetic Diversity in HomeGarden: a Cuban Approach. p 68?77. InProceeding of Seed Systems and Crop GeneticDiversity on Farm. International PlantGenetic Resources Institute, Rome, Italy.Hasnam dan Rr. Sri Hartati. 2006. Penyediaan benih unggul harapan jarak pagar (Jatrophacurcas L.). Makalah disampaikan padaLokakarya Status Teknologi Budidaya JarakPagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian, Jakarta,11?12 April 2006. 13 hlm.Heller, J. 1996. Physic Nut (Jatropha curcasL.). Promoting the conservation and use ofunderutilised and neglected crops. 1. Instituteof Plant Genetics and Crop Plant Research.Gatersleben/International Plant GeneticResources Institute, Rome. 66 pp.Henning, R.K. 2004. The Jatropha System.Economy and dissemination strategy.International Conference of RenewableEnergy. Bonn, Germany, 1?4 June 2004.Heyne, K. 1950. Tumbuhan Berguna IndonesiaII. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.Jones, N. and J.M. Miller. 1992. Jatropha curcas.A multipurpose species for problematic sites.The World Bank. Asia Technical Department,Agriculture Division. 11 pp.Mahmud, Z., A.A. Rivaie, dan D. Allorerung.2006. Kultur teknis jarak pagar. (Jatrophacurcas L.). Makalah pada Lokakarya StatusTeknologi Budidaya Jarak Pagar (Jatrophacurcas L.). Badan Penelitian dan PengembanganPertanian, Jakarta, 11?12 April2006. 8 hlm.Mal, B. and V. Joshi. 1991. Underutilized plantresources. p 211?229. In R.S. Paronda andR.K. Arora (Eds.). Plant Genetic Resources- Conservation and Management. MalhotraPublishing House, New Delhi, India.Mulyani, A., Sukarman, dan D. Subardja. 2000.Evaluasi ketersediaan lahan untuk perluasanareal pertanian. Laporan Penelitian No. 15/Puslittanak/2000. Pusat Penelitian danPengembangan Tanah dan Agroklimat,Bogor. 52 hlm.Okabe, T. and M. Somabhi. 1989. Ecophysiologicalstudies on drought tolerantcrops suited to the Northeast Thailand.Technical Paper No. 5. Agricultural DevelopmentResearch Center in NortheastThailand.Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000.Atlas Sumberdaya Lahan Eksplorasi IndonesiaSkala 1:1.000.000. Pusat Penelitian danPengembangan Tanah dan Agroklimat,Bogor. 41 hlm.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah danAgroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata RuangPertanian Indonesia Skala 1:1.000.000.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanahdan Agroklimat, Bogor. 37 hlm.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah danAgroklimat. 2002. Arahan PewilayahanKomoditas Pertanian Unggulan NasionalSkala 1:1.000.000. Pusat Penelitian danPengembangan Tanah dan Agroklimat,Bogor. 43 hlm.Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.2006a. Petunjuk Teknis Budidaya JarakPagar (Jatropha curcas L.) Edisi 2. PusatPenelitian dan Pengembangan Perkebunan,Bogor. 35 hlm.Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.2006b. Panduan Umum Perbenihan JarakPagar (Jatropha curcas L.) Edisi 2. PusatPenelitian dan Pengembangan Perkebunan,Bogor. 25 hlm.Sadakorn, J. 1984. Physic nut (Jatropha curcasLinn.), a potential source of fuel oil fromseeds for an alternative choice of energy.Thai. Agric. Res. J. 2: 67?72.Anny Mulyani1, F. Agus1, dan David Allelorung21Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 161232Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Jalan Tentara Pelajar No. 1, Bogor 16111