Pengolahan data citra satelit atau dikenal dengan klasifikasi
citra adalah proses identifikasi pixel dari citra berdasarkan kesamaan
sifat-sifat dan mengelompokannya kedalam kelas-kelas serta memberikan label
(misalnya nama habitat) untuk kelas-kelas tersebut. Hasil akhir dari
klasifikasi adalah sebaran suatu obyek atau kenampakan- kenampakan lain yang
menjadi perhatian (Ardyansah, 2007).
Estes
dan Simonett (1975) dalam Sutanto (1992) mengatakan bahwa interpretasi citra
merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk
mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Pengalaman
sangat menentukkan hasil interpretasi, karena persepsi pengenalan objek bagi
orang2 yang berpengalaman biasanya lebih konstan atau dengan kata lain
pengenalan objek yang sama pada berbagai bentuk citra akan selalu sama.
Misalkan pada citra A dianggap sebuah pemukiman, maka pada citra B atau C pun
tetap bisa dikenal sebagai pemukiman walaupun agak sedikit berbeda dalam
penampakannya.
Ada
tiga hal penting yang perlu dilakukan dalam proses interpretasi, yaitu deteksi,
identifikasi dan analisis. Deteksi citra merupakan pengamatan tentang adanya
suatu objek, misalkan pendeteksian objek disebuah daerah dekat perairan.
Identifikasi atau pengenalan merupakan upaya mencirikan objek yang telah
dideteksi dengan menggunkan keterangan yang cukup, misalnya mengidentifikasikan
suatu objek berkotak2 sebagai pemukiman. Sedangkan analisis merupakan
pengklasifikasian berdasarkan proses induksi dan deduksi, seperti penambahan
informasi bahwa pemukiman tersebut adalah pemukiman perkotaan, karena lokasinya
berada di wilayah perkotaan.
Interpretasi
citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi
secara manual dan interpretasi secara digital. Dalam kegiatan praktikum pada
saat ini dilakukan Interpretasi secara manual, dimana Interpretasi manual itu
merupakan Interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan
ciri/karakteristik objek secara keruangan. Karakteristik objek dapat dikenali
berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan,
rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti.
Proses Perekaman Reflektansi oleh Sensor |
Metode interpretasi citra yang
digunakan adalah metode interpretasi secara visual melalui digitasi on-screen. Pengenalan obyek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra.
Untuk itu identitas dan jenis obyek pada citra sangat diperlukan dalam analisis
memecahkan masalah yang dihadapi. Karakteristik obyek pada citra dapat
digunakan untuk mengenali obyek yang dimaksud dengan unsur interpretasi. Unsur
interpretasi yang dimaksud disini adalah :
A. Rona dan warna
Rona
dan warna merupakan unsur pengenal utama atau primer terhadap suatu obyek pada
citra penginderaan jauh. Fungsi utama adalah untuk identifikasi batas obyek
pada citra. Penafsiran citra secara visual menuntut tingkatan rona bagian tepi
yang jelas, hal ini dapat dibantu dengan teknik penajaman citra (enhacement) .
Rona merupakan tingkat/gradasi keabuan yang teramati pada citra penginderaan
jauh yang dipresentasikan secara hitam-putih. Permukaan obyek yang basah akan
cenderung menyerap cahaya elektromagnetik sehingga akan nampak lebih hitam
disbanding obyek yang relative lebih kering.
Warna
merupakan wujud yang yang tampak mata dengan menggunakan spectrum sempit, lebih
sempit dari spectrum elektromagnetik tampak (Sutanto, 1986). Contoh obyek yang
menyerap sinar biru dan memantulkan sinar hijau dan merah maka obyek tersebut
akan tampak kuning. Dibandingkan dengan rona , perbedaaan warna lebih mudah
dikenali oleh penafsir dalam mengenali obyek secara visual. Hal inilah yang
dijadikan dasar untuk menciptakan citra multispektral.
B. Bentuk
Bentuk
dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan konfigurasi umum
suatu obyek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh. Bentuk mempunyai
dua makna yakni :
1).
bentuk luar / umum
2).
bentuk rinci atau sususnana bentuk yang lebih rinci dan spesifik.
C. Ukuran
Ukuran
merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak. Ukuran
merupakan atribut obyek yang berupa jarak , luas , tinggi, lereng dan volume
(sutanto, 1986). Ukuran merupakan cerminan penyajian penyajian luas daerah yang
ditempati oleh kelompok individu.
D. Tekstur
Tekstur
merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra (Kiefer, 1979). Tekstur
dihasilkan oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan
kasar,halus, ataupu belang-belang (Sutanto, 1986). Contoh hutan primer
bertekstur kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, tanaman padi bertekstur
halus.
E. Pola
Pola
merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk mendiskripsikan tata ruang
pada kenampakan di citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang yang
menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan beberapa obyek alamiah. Hal ini
membuat pola unsure penting untuk membedakan pola alami dan hasil budidaya
manusia. Sebagai contoh perkebunan karet , kelapa sawit sanagt mudah dibedakan
dari hutan dengan polanya dan jarak tanam yang seragam.
F. Bayangan
Bayangan
merupakan unsure sekunder yang sering embantu untuk identifikasi obyek secara
visual , misalnya untuk mengidentifikasi hutan jarang, gugur daun, tajuk (hal
ini lebih berguna pada citra resolusi tinggi ataupun foto udara)
G. Situs
Situs
merupakan konotasi suatu obyek terhadap factor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan atau keberadaan suatu obyek. Sirtus bukan ciri suatu
obyek secara langsung, teapi kaitanya dengan faktor lingkungan.
H. Asosiasi (korelasi)
Asosiasi
menunjukkan komposisi sifat fisiognomi seragam dan tumbuh pada kondisi habita
yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat suatu obyek dengan obyek
lainnya. Contoh permukiman kita identik dengan adanya jaringan tarnsportasi
jalan yang lebih kompleks dibanding permukiman pedesaan. Konvergensi bukti
Dalam proses penafsiran citra penginderaan jauh sebaiknya digunakan unsure
diagnostic citra sebanyak mungkin. Hal ini perlu dilakukan karena semakin
banyak unsure diagnostic citra yang digunakan semakin menciut lingkupnya untuk
sampai pada suatu kesimpulan suatu obyek tertentu. Konsep ini yang sering
disebut konvergensi bukti. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar dibawah ini
:
Konsep Kovergensi (Sutanto, 1986) |
Konsep
konvergensi ini dapat diterapkan pada proses penafsiran citra Landsat Tm7+
dimana para penafsir memulai pertimbangan umu dilanjutkan ke pertimbangan
khusus pada suatu obyek.
Dalam proses pengolahan data penginderaan jauh ini melakukan Interpretasi pada citra Kabupaten Bogor Barat dan Kabupaten Bogor. Terdapat 3 (tiga) citra yang digunakan, pertama citra hitam putih (sudah dalam bentuk digital) dengan skala 1 : 50.000. Bentuk foto udara ditunjukkan sebagai berikut :
Hasil Scanning Foto Udara |
Data yang kedua adalah citra landsat 7 dengan resolusi spasil 30m, citra landsat bebeda dengan foto udara, dimana proses perekaman data
dilakukan secara muti spektral, itu artinya di dalam citra tersebt terdapat
beberapa saluran dengan penggunaan tertentu. Bentuk citra landsat ditunjukkan sebagai berikut:
Citra Landsat |
Sedangkan data citra
ke tiga yang digunakan dalam praktikum ini adalah Citra ALOS dengan resolusi spasial 10m. Bentuk citra alos ditunjukkan sebagai berikut :
Citra ALOS NVIR |
1)
Hasil
Interpretasi Foto Udara
Interpretasi
foto udara di deteksi berdasarkan warna yang tampak pada citra, foto udara rona
yang ada biasanya adalah hitam, putih atau kelabu. Dari gradasi warna yang
tampak pada citra memudah proses klasifikasi terhadap foto udara.
Bentuk gambar
yang terdapat pada foto udara berupa polygon-poligon yang tidak beraturan
ukuran besar, kecil dengan tekstur kasar, halus, dan sedang (Hutan bertekstur
kasar, belukar bertekstur sedang dan semak bertekstur halus). Pola aliran
sungai menandai struktur geologis. Permukiman dikenali dengan pola yang
teratur, perkebunan, sawah, dan tegalan dibedakan dari hutan atau vegetasi
lainnya dengan polanya yang teratur. Situs permukiman pada memanjang pada
pinggir beting sepanjang tepi jalan, persawahan, banyak terdapat di daerah dataran
rendah
Berdasarkan
dari kunci-kunci interpretasi tersebut diatas, kemudian diperoleh hasil
interpretasi dengan 6 (enam) kelas tipe tutupan lahan, 1). Hutan, 2). Lahan
terbuka, 3). Pemukiman, 4). Perkebunan, 5). Pertanian, 6). Tubuh air.
Hasil Interpretasi Foto Udara |
2)
Hasil
Interpretasi Citra Landsat
Interpretasi
citra satelit landsat TM7+ didasarkan pada deteksi dan identifikasi obyek
dipermukaan bumi dengan mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsur-unsur
utama spectral dan spasial serta kondisi temporalnya. Proses interpretasi pada
citra landsat lebih mudah dari foto udara, karena citra landsat
mengkombinasikan beberapa band sehingga nantinya diperoleh warna yang optimum,
meskipun dalam kenyataannya resolusi landsat 7 masih rendah, akan tetapi dengan
penggunaan kombinasi band 5-4-2 (contoh gambar 2), sudah cukup membantu untuk
memperoleh informasi tutupan lahan yang lebih detil dari foto udara. Dari kombinasi band 5-4-2 diperoleh 7 kelas penutupan lahan, 1). Pemukiman, 2). Perkebunan, 3). Sawah, 4) Kebun campuran, 5). Hutan, 6). Pertanian, 7). Gunung kapur.
Hasil Interpretasi Citra Landsat |
3)
Hasil
Interpretasi Foto Alos NVIR
Interpretasi
citra satelit Alos NVIR sama dengan Landsat 7, dimana interpretasi yang
dilakukan berdasarkan pada deteksi dan identifikasi obyek dipermukaan bumi
dengan mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsur-unsur utama spectral dan
spasial serta kondisi temporalnya. Akan tetapi Citra Alos mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan Landsat, dimana resolusi spasilnya lebih tinggi yaitu 10m,
sehingga kenampakan objek di permukaan bumi lebih detil. Oleh karena itu,
kunci-kunci dari interpretasi dapat dibedakan secara jelas, contohnya adalah
kenampakan bangunan industry dan bandara atang sutandi.
Berdasarkan
kombinasi yang dilakukan, diperoleh kombinasi band yang paling optimum pada citra Alos, yaitu 3-4-2, sehingga
diperoleh 10 kelas penutupan lahan, 1). Pemukiman, 2). Perkebunan, 3). Sawah,
4) Kebun campuran, 5). Hutan, 6). Pertanian, 7). Tubuh air, 8). Bandara, 9).
Kebun raya, 10). Industri.
Hasil interpretasi
visual pada citra Alos NVIR dapat dilihat pada Gambar berikut :
Hasil Interpretasi Citra ALOS NVIR |
Berdasarkan interpretasi yang dilakukan pada
Foto udara, Citra Landsat dan Citra ALOS disimpulkan bahwa :
- Perbedaan resolusi pada data penginderaan jauh sangat berpengaruh dalam proses interpretasi visual/manual, hal ini dikarenakan semakin tinggi resolusi suatu data penginderaan jauh, maka kenampakan obyek akan semakin detil.
- Dari ketiga data penginderaan jauh yang di gunakan, citra ALOS merupakan data yang paling ideal, hal tidak terlepas dari resolusi yang melekat pada tersebut yaitu 10m, sehingga unsur-unsur interpretasi pada citra alos dapat dikenali berdasarkan warna dan rona, bentuk, ukuran, pola, tekstur, banyangan, asosiasi dan situs. Sedangkan pada foto udara dan landsat kenampakan obyek hanya berdasarkan rona dan warna, tekstur dan bentuk untuk obyek tertentu.
0 Response to "Interpretasi Visual pada Berbagai Jenis Data Penginderaan Jauh (Foto Udara, Citra Landsat, Citra Alos)"
Post a Comment