Featured post

Cara Instalasi Software Pemetaan ArcGIS 9.X

Bagi orang yang menggeluti dunia survey dan pemetaan, salah satu tools atau alat yang wajib dimiliki dan dikuasi adalah software ArcGIS...

Erosi (Dampak dan Upaya Pengendaliannya)

Sebagai sumberdaya alam, tanah mempunyai dua fungsi yaitu (1) sebagai sumber unsur hara bagi tanaman, dan (2) tempat akar tumbuh, tempat air tersimpan dan tempat unsur hara ditambahkan. Menurun atau hilangnya kedua fungsi tanah tersebut disebut degradasi tanah (Arsyad, 2000). Menurunnya fungsi tanah pertama dapat diperbaiki dengan pemupukan, tetapi menurunnya fungsi tanah kedua tidak mudah diperbaharui sehingga memerlukan waktu puluhan tahun bahkan ratusan tahun untuk memperbaharuinya. Salah satu penyebab terdegradasinya lahan berlereng adalah erosi.

Erosi adalah peristiwa pindah atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami (air atau angin). Erosi dapat menyebabkan terdegradasinya lahan melalui hilang atau terkikisnya lapisan tanah atas, sehingga dapat berdampak buruk terhadap tanah. Dampak buruk dari erosi ada dua yaitu dampak di tempat kejadian erosi (on-site) dan dampak di luar tempat kejadian erosi (off-site). Dampak langsung erosi on-site antara lain kehilangan lapisan tanah yang baik bagi berjangkarnya akar tanaman, kehilangan unsur hara dan kerusakan struktur tanah, turun/rusaknya bangunan konservasi atau bangunan lainnya, turunnya pendapatan petani. Dampak tidak langsung erosi on-site adalah berkurangnya alternatif penggunaan tanah, timbulnya dorongan untuk membuka lahan baru, munculnya biaya lain untuk perbaikan lahan dan bangunan yang rusak. Dampak langsung di luar tempat kejadian erosi (off-site) adalah pelumpuran dan pendangkalan waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya, tertimbunnya lahan pertanian, jalan, dan bangunan lainnya, rusaknya mata air dan kualitas air, rusaknya ekosistem perairan serta meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan. Dampak tidak langsung di luar tempat kejadian erosi yaitu kerugian akibat memendeknya umur waduk, meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir (Arsyad, 2000).

Salah satu dampak lingkungan yang muncul akibat pembangunan pertanian – baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi – adalah degradasi lahan atau erosi tanah. Erosi tanah merupakan ancaman lingkungan utama terhadap keberlanjutan dan kapasitas produksi pertanian dunia saat ini. Selama hampir 40 tahun, hampir sepertiga tanah yang baik untuk ditanami (arable land) dunia telah rusak atau hilang akibat erosi dan kehilangan ini akan terus berlanjut dengan laju rata-rata lebih dari 10 juta hektar per tahun. Pimentel et al. (1995) melaporkan di Amerika setiap tahun diperkirakan 4000 juta ton tanah dan 130 000 juta ton air hilang dari 160 000 juta ha lahan pertanian. Bila angka tersebut dihitung sebagai kehilangan ekonomi erosi onsite maka akan setara dengan $ 27 juta setiap tahun, dimana $ 20 juta untuk penggantian hara tanah, sedangkan $ 7 juta untuk pengganti kehilangan air dan lapisan permukaan tanah. Dari jumlah ini terlihat bahwa komponen yang nyata hilang adalah hilangnya hara tanah. Biaya total erosi tanah on-site dan off-site di Amerika yang disebabkan erosi angin dan air dan biaya total pencegahan erosi per tahun adalah $ 44 399 juta.

Pierce (1991) mengemukakan bahwa erosi tanah mempengaruhi produktivitas tanah. Erosi dapat mengubah kondisi fisik dan kimiawi tanah. Erosi tanah merupakan penyebab utama dari degradasi tanah di seluruh dunia. Di samping dapat menyebabkan degradasi tanah, erosi dapat juga merusak tanaman yang pada akhirnya mengurangi produktivitas. Dampak erosi tanah terhadap produktivitas bervariasi cukup besar antar tempat dan waktu.

Semua lahan, beserta jenis tanaman apapun yang tumbuh di atasnya, sewaktu-waktu dapat mengalami erosi. Laju erosi tanah sangat dipengaruhi oleh bagaimana lahan tersebut dikelola/digunakan. Setiap bentuk penggunaan lahan yang berbeda akan menghasilkan tingkat erosi tanah yang berbeda pula. Tingkat erosi suatu lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang ditanam dan teknik pertanian yang digunakan (Miranda, 1992).

Di Indonesia, dampak buruk dari proses erosi tanah tidak hanya dialami oleh lahan-lahan pertanian saja, melainkan dialami juga oleh kawasan hutan daerah pemukiman, daerah industri yang sedang dibangun, daerah pertambangan, dan sebagainya. Di areal pertanian sendiri, proses erosi banyak terjadi pada lahan berlereng yang dikelola untuk budidaya tanaman semusim yang tidak dilengkapi dengan tindakan-tindakan konservasi tanah (Abdurachman dan Sutono, 2002).

Erosi yang terpenting di Indonesia adalah erosi yang disebabkan oleh air. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi, menurut Hardjowigeno (2003), adalah curah hujan (erosivitas) sifat-sifat tanah (erodibilitas) panjang dan kemiringan lereng, vegetasi, dan manusia. Dari curah hujan, yang terpenting dalam mempengaruhi besarnya erosi adalah intensitas hujan atau hujan yang jatuh sangat deras, bukan jumlah hujan rata-rata tahunan yang tinggi.
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi adalah tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, daya infiltrasi atau permeabilitas tanah, dan kandungan bahan organik. Tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi adalah debu dan pasir sangat halus. Oleh karena itu makin tinggi kandungan debu dalam tanah, maka tanah makin peka terhadap erosi. Bentuk struktur tanah yang membulat (granuler, remah, gumpal membulat) menghasilkan tanah dengan porositas tinggi sehingga air mudah meresap ke dalam tanah, dan aliran permukaan tanah menjadi kecil sehingga erosi juga kecil. Tanah-tanah yang mempunyai strutur tanah yang mantap tidak mudah hancur oleh pukulan air hujan. Sebaliknya pada struktur tanah yang tidak mantap sangat mudah hancur oleh pukulan air hujan menjadi butir-butir halus sehingga menutup pori-pori tanah. Akibatnya air infiltrasi terhambat, aliran permukaan meningkat yang berarti erosi juga akan meningkat.

Bila daya infiltrasi tanah besar berarti air mudah meresap ke dalam tanah sehingga aliran permukaan kecil dan erosi yang akan terjadi juga kecil. Daya infiltrasi tanah dipengaruhi oleh porositas dan kemantapan tanah. Kandungan bahan organik tanah menentukan kepekaan tanah terhadap erosi karena bahan organik mempengaruhi kemantapan struktur tanah. Tanah yang cukup mengandung bahan organik umumnya menyebabkan tanah menjadi mantap sehingga tahan terhadap erosi. Tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2% umumnya peka terhadap erosi (Hardjowigeno, 2003)

Pengaruh lereng pada erosi adalah erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang. Semakin curam lereng maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan mengangkutnya meningkat juga. Bila kecepatan aliran permukaan naik dua kali lipat maka besarnya benda yang dapat diangkut menjadi 64 kali lebih besar, sedangkan berat benda yang dapat diangkut menjadi 32 kali lebih berat. Lereng yang semakin panjang akan menyebabkan volume air yang mengalir semakin besar. Bila dalamnya air menjadi 4 kali lebih besar, akibatnya besar maupun berat benda yang dapat diangkut juga berlipat ganda (Hardjowigeno, 2003).

Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung dipermukaan tanah, menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air infiltrasi, serta memperkuat penyerapan air ke dalam tanah oleh transpirasi melalui vegetasi. Makin rapat vegetasi makin efektif terjadinya pencegahan erosi. Vegetasi yang tingginya lebih dari 7 m kadang-kadang tidak efektif karena air yang tertahan di pohon dan di daun akan terkumpul dan akan jatuh kembali ke tanah dengan kekuatan yang besar juga.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi erosi adalah memanipulasi faktor yang mempengaruhi erosi yaitu erodibilitas, kemiringan dan panjang lereng, dan vegetasi. Faktor erosivitas (jumlah dan curah hujan) tidak dapat diubah. Pembuatan teras merupakan upaya menurunkan tingkat kemiringan lereng sehingga aliran permukaan dapat dikurangi dan erosi dapat ditekan. Pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki kemantapan struktur tanah sehingga tanah lebih tahan terhadap kerusakan akibat pukulan air hujan. Dengan demikian pupuk kandang merupakan faktor yang mampu menurunkan erodibilitas tanah. Beberapa jenis tanaman dapat bertindak sebagai penghalang jatuhnya air hujan ke tanah dan jenis tanaman lainnya mampu memperbaiki kemantapan strutur tanah. Hutan adalah paling efektif mencegah erosi karena daun-daunnya rapat, tetapi rumput-rumput yang tumbuh rapat juga sama efektifnya. Untuk pencegahan erosi paling sedikit 70% tanah harus tertutup vegetasi. Cara lain yang juga dipakai untuk menutup lahan yang terbuka adalah dengan pemakaian mulsa alami (jerami padi, daun/batang tanaman jagung, dan/atau tanaman lainnya) atau mulsa plastik. Namun ada juga beberapa jenis tanaman yang merusak struktur tanah seperti tanaman ubikayu. Dengan demikian, tanaman juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi erosi.

Dixon dan Hufschmidt (1993) menyatakan pemberian mulsa sisa tanaman mampu menurunkan biaya produksi sebesar 64 % pada tahun kedua karena terjadi penurunan erosi dan penurunan kehilangan hara serta meningkatnya produktivitas lahan di Korea.

Kurnia (1996) melaporkan bahwa mulsa jerami padi sangat efektif dalam mengurangi erosi tanah sebesar 86-98%, sedangkan mulsa Mucuna sp mampu mengurangi erosi sebesar 74-85%. Pada tanah Podsolik Merah Kuning Bogor, pemberian mulsa jerami mampu menaikkan hasil jagung 47,5 % dan kacang tanah 47,5%. Satu tahun kemudian perlakuan pemberian mulsa jerami padi tersebut mampu meningkatkan hasil jagung lebih dari 50% atau produksi jagung melebihi 3 ton/ha.

Kurnia et al. (1997) menyatakan penggunaan 10 ton per hektar mulsa jerami padi ditambah 7 ton per hektar batang dan daun jagung ditambah 6 ton per hektar mulsa Flemingia congesta merupakan cara rehabilitasi lahan yang paling efektif pada tanah Haplohumults di Jasinga, Jawa Barat untuk mencegah erosi, menurunkan konsentrasi sedimen dan jumlah hara yang hilang, serta mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Rehabilitasi dengan cara tersebut dapat diterapkan pada tanah yang mempunyai tingkat erosi sampai 10 cm. Kurnia et al. (1998) melaporkan bahwa biaya pengendalian erosi dengan mulsa jerami padi dan mulsa Mucuna sp berturut-turut Rp 2 175.- dan Rp 1 640,- per ton tanah erosi. Pengendalian erosi dengan pupuk kandang menghasilkan biaya yang lebih tinggi yaitu Rp 4 085,- per ton tanah tererosi. Sedangkan biaya kerusakan lahan Podsolik Merah Kuning Bogor tanpa rehabilitasi adalah Rp 291 715,- per ha sehingga biaya rehabilitasi kerusakan lahan dengan mulsa padi dan mulsa Mucuna sp hanya 1.2 – 9.2% dari biaya kerusakan lahan tanpa rehabilitasi.

Manusia juga berperan terhadap laju erosi tanah. Kepekaan tanah terhadap erosi dapat diubah oleh manusia menjadi baik atau lebih buruk. Pembuatan terasteras pada tanah yang berlereng curam merupakan pengaruh baik manusia karena dapat mengurangi erosi. Sebaliknya penggundulan hutan di daerah-daerah pegunungan merupakan pengaruh manusia yang jelek karena dapat menyebabkan erosi dan banjir. Aktivitas manusia seperti pertanian pangan tanpa menggunakan teknologi konservasi yang tepat, penggembalaan yang berlebihan (over-grazing), penambangan lahan (yang mengganggu vegetasi penutup lahan alami dan merusak sifat-sifat tanah) akan mempercepat proses erosi alami. Aktivitas manusia/petani menerapkan tindakan konservasi menurut Sinukaban (1994) sangat dipengaruhi oleh (1) pemahaman petani tentang fungsi komponen teknik konservasi yang telah dibangun, (2) kurangnya penyuluhan tentang pentingnya pemeliharaan komponen pengendali erosi untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas secara lestari, (3) biaya untuk pembuatan atau pemeliharaan teknik konservasi yang dibangun, (4) rendahnya pendapatan keluarga.